Jumat, 04 September 2009

Inspirasi RE No. 36

Persoalan Kita

Jika pernyataan Yesus, “Kalian memuliakan Aku dengan bibir, padahal hati
kalian jauh dari padaKu!” ditujukan kepada kita, maka untuk membuktikan
bahwa pernyataanNya tidak benar adalah dengan berubah. Hari demi hari
berubah menjadi lebih baik dan lebih baik lagi. Namun justru seringkali kita
tidak peduli dengan perubahan dalam diri kita. Adakah kita akan berubah
menjadi lebih baik? Niat itu sering terlewatkan, kalaupun muncul akhirnya
hanya berhenti sebagai niat semata. Itulah agaknya persoalan kita.

Adat Istiadat

Perbedaan orang Farisi dengan orang Jawa adalah, jika orang farisi memberi
stigma ‘najis’ untuk pelanggaran adat-istiadat, orang Jawa menggunakan
kata lebih halus ‘ora ilok’. Namun kata ‘ora ilok’ itu pun saat ini sudah tidak lagi
dipedulikan. Nah, untuk memperkeras perkataan maka bisa digunakan kata
“Ora nggenah!” Namun karena perkembangan konsep indiviudalisme yang
semakin kuat, maka kata ‘ora nggenah’ pun tidak lagi membuat orang untuk
‘mawas diri’. Lha, untuk yang sudah sampai taraf seperti ini masih ada
perkataan yang lebih keras lagi, “wong edan!!” Namun karena jamannya
memang sudah jaman edan, maka istilah itu pun diterima sebagai pujian.
Jadi, perbedaannya orang Farisi dengan orang Jawa adalah kalau orang
Farisi takut dengan kata ‘najis’, orang Jawa di jaman ini tidak ada lagi yang
ditakuti atau membuat resah dirinya.

Najis, lho!

Suatu malam kami bicara soal najis. Menurutku, “Istilah najis mungkin identik
dengan istilah kotor, namun najis lebih spesifik karena menyangkut kotor
yang menodai kesucian. Pikiran-pikiran kotor sering dianggap tidak menodai
kesucian. Jadi tidak najis, karena menurut adat najis hanya menempel pada
benda atau perbuatan yang kelihatan.
Yesus lebih melihat hubungan manusia dengan Allah di tempat yang tidak
kelihatan, jadi pikiran kotor dari hati yang kotor itu,....najis lho!! “
Komentar temanku, “Ah, najis dan haram kan urusan MUI, lha kita kan
beragama Katolik?”

Sudah Keluar

Bagiku yang paling menyebalkan adalah, ketika kami sudah siap berangkat
dan sudah berada di luar rumah, tiba-tiba istriku kembali masuk ke dalam
karena ada sesuatu yang kelupaan. Komentarku, “Wong sudah keluar koq
masuk lagi!” Istriku tidak pernah marah dengan omelanku, karena dia tahu
bahwa omelan itu bukan keluar dari hati, tetapi hanya karena kebiasaan saja.
Dan dia pun tidak merasa risau karena kebiasaan lupa tidak ada dalam
kamus aturan adat istiadat, bahkan dalam adat istiadat Yahudi sekalipun.
Dengan Bibir
Dengan bibir pula kita bisa berdoa, tersenyum ramah, dan mengungkapkan
kasih. Tapi jika semua itu dilakukan hanya dengan bibir, sama halnya kita
tidak melakukan apa-apa.

Gelas

Penjual angkringan biasanya memisahkan antara gelas yang biasa untuk
minuman panas dan gelas yang biasa digunakan untuk minuman dingin. Hal itu
dilakukannya supay gelas tidak mudah pecah. Dia memahami bahwa kebiasaan
panas dan dingin itu merubah bagian dalam gelas, sekalipun bentuknya tetap
gelas. Gelas yang dibelinya dalam keadaan baru, telah berbeda dengan gelas
yang sekarang. Kitalah yang sering tidak menyadari perubahan dalam diri kita.
Adakah kita hari ini telah berubah dari kita yang kemarin? Ataukah kita terkejut
karena baru sadar bahwa kita telah banyak berubah, dan proses perubahan itu
sama sekali tidak kita sadari. Kita baru sadar ketika kita merasa pecah.

DOA

Berdoa sangatlah sederhana, tetapi menjadi sangat sederhana, itulah kesulitan
kita.

Terjebak

Setiap pulang melayat atau dari kuburan, pokoknya yang berhubungan sengan
orang mati, istriku mewajibkan kami untuk mencuci kaki terlebih dahulu sebelum
masuk ke dalam rumah. Katanya untuk menghilangkan ‘angsar’ atau pengaruh
buruk. Sampai suatu hari ketika kami pulang dari melayat dan hendak mencuci
kaki,eh...kran air mati, air PAM tidak mengalir sementara kami tidak mempunyai
sumur. Mau nebeng ke tetangga tentu sama saja, karena di lingkungan kami tak
ada yang membuat sumur. Jadilah kami duduk-duduk di teras menunggu air
mengalir lagi. Sementara aku merasa ingin buang air kecil, sementara di dinding
rumah kami tergantung salib-salib, dan gambar Yesus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar