Minggu, 16 Agustus 2009

Inspirasi RE 33

Dua Kalimat

Dalam Injil Lukas diceritakan bahwa sebelum Maria mengunjungi Elizabeth,
kalimat yang dia ucapkan adalah, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku
seturut perkataanmu.”
Ketika dia bertemu Elizabeth, maka salah satu kalimat Elizabeth adalah,
“Siapakah aku ini, hingga ibu Tuhan datang padaku?”
Jika kita diminta memilih untuk menirukan, kalimat yang manakah yang
hendak kita tirukan?

Sudah Mulia, Koq

Ketika di gereja, saat umat bernyanyi seorang anak tidak mau ikut bernyanyi.
Ayahnya menegur anak itu katanya,”Nak menyanyi itu untuk memuliakan
Tuhan.” Anak itupun sambil berbisik protes pada ayahnya, “Pak, ngapain kita
memuliakan Tuhan? Tuhan itu, nggak usah kita muliakan juga sudah Maha
Mulia.”
Dengan sabar ayahnya menjelaskan, “Nak, memuliakan Tuhan itu berarti
menempatkan Tuhan sebagai yang paling berharga, paling berarti di dalam
hidup kita. Memang Tuhan itu segalanya, namun sering kita mengabaikannya,
bukan?”

Jiwa yang Berbicara

Ada dua jiwa di alam baka berjalan beriringan. Mereka meregang nyawa
selisih tiga hari saja. Yang satu suka tertawa, yang satu suka mengumbar
ekspresi untuk sebuah gugatan yang dirangkainya sendiri.
Keduanya terus berjalan, meski di dunia mereka saling kenal namun tidak
saling pandang karena mata tak lagi mereka miliki. Keduanya berdampingan
namun tak lagi berkata-kata karena mulut dan lidah tertinggal sudah di dunia.
Yang satu tak mampu tertawa, yang satu tak mampu mengurai rasa.
Sekiranya jiwa-jiwa itu mampu berbicara, mereka akan mengungkapkan
kepada kita, tentang arti kesederhanaan dan kehormatan setelah ajal tiba.

Nyanyian Belalang

Seekor belalang bernyanyi, menyanyikan kidung malam. Kidung itu
menceritakan kisah seorang ayah yang bernama Cyprianus dan ibu yang
bernama Chatarina, mempunyai seorang anak yang lalu diberinya nama
Willibrordus Surendra. Namun entah mengapa, agaknya karena anaknya
tumbuh di jaman yang salah hingga jadi seorang pemberontak, maka setelah
tua nama Willibrordus Surendra itu tak pernah disebut secara panjang
melainkan cukup dengan singkatan WS. Dan entah kenapa pula bertahuntahun
kemudian inisial WS dipanjangkan kembali menjadi Wahyu Salaiman.
Hingga akhir hayatnya, dia tetap bernama Wahyu Salaiman.
Entah kenapa pula, tiba-tiba saja nyanyian belalang itu berhenti. Agaknya dia
tak sanggup melanjutkan nyanyiannya lagi.

Sepatu Baru


Dengan nada guyon, seorang teman berkata, “Jika Rendra masih Katolik,
tentu dia mengenakan sepatu baru, atau paling tidak sepatu yang masih
bagus, atau mengenakan kaos kaki ketika disemayamkan. Tapi karena
bukan, yah...telanjang kaki jadinya.”
“Jadi itu juga, alasanmu untuk tetap beragama Katolik?” tanyaku sekenanya.
“Oooh ,.. tidak! Aku tetap jadi Katolik karena Dia sudah memberiku hidup baru.”
Jawabnya sembari membayangkan sepatu baru yang akan dipakainya nanti.

Mari Bicara


Marilah kita duduk bersama. Di hadapan kita hadir Bunda Maria yang karena
kasihnya kepada kita berkenan turun dari surga. Di hadapan kita pula hadir Ibu
Elizabeth. Nah...jika hal itu benar-benar terjadi, lantas apa yang hendak kita
bicarakan? Adakah kita tetap menyampaikan permohonan-permohonan
ataukah kita ikut mereka memuji Allah?

Coretan di Atas Kertas


Kebiasaanku saat menerima telepon adalah corat-coret di atas kertas. Ada saja
kertas penting yang kadang jadi sasaran tangan isengku. Dengan kebiasaan itu,
rasanya aku lebih santai dalam berbicara. Sekalipun coretan-coretan itu tanpa
arti, bahkan kadang berupa gambar benang kusut, namun kegiatan itu sungguh
sangat berarti.
Dengan berdoa kita mungkin tidak langung mendapatkan jawaban atas segala
persoalan hidup kita, namun kegiatan itu sungguh berarti.

Menunggu Bhiku


Di pelataran biara Mendut, ada kolam memanjang dimana di tengahnya tumbuh
bunga-bunga teratai yang sedang mekar. Sambil menunggu para Bhiku sarapan
pagi, aku memperhatikan masing-masing kelopak bunga teratai itu. Ukurannya,
warnanya, semua hampir sama. Semua mekar untuk memperlihatkan
keindahan dari simbol-simbol yang digenggamnya.
Tanpa terasa aku memperhatikan helai-helai kelopak dalam bunga
kehidupanku. Ada banyak kelopak memang, namun hanya beberapa yang
mekar, selebihnya kering dan layu oleh teriknya kesombongan diri, dan hangus
oleh kepentingan diri. Sementara kasihNya terus saja menaungi diriku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar